Senin, 29 Oktober 2012

Good corporate governance

Menurut Surat Edaran Menteri Negara Pasar Modal dan Pengawas BUMN No. S.106/M.PM P.BUMN/2000. Good corporate governance adalah segala hal yang berkaitan dengan pengambilan keputusan yang efektif yang bersumber dari budaya perusahaan, etika, nilai, sistem, proses bisnis, kebijakan dan struktur organisasi perusahaan yang bertujuan untuk mendorong dan mendukung adanya pengembangan perusahaan, pengelolaan sumber daya dan risiko secara lebih efisien dan efektif, serta pertanggungjawaban perusahaan kepada pemegang saham dan stakeholder lainnya Menurut Bank Dunia Corporate governance adalah aturan dan standar organisasi di bidang ekonomi yang mengatur perilaku pemilik perusahaan, direktur dan manajer serta perincian dan penjabaran tugas dan wewenang serta pertanggungjawabannya kepada investor (pemegang saham dan kreditur) Pengertian Good Corporate Governance (GCG) Secara sederhana corporate governance dapat diartikan sebagai suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua stakeholders. Tujuan utama dari corporate governance adalah untuk menciptakan sistem pengendalian dan keseimbangan (check and balances), mencegah penyalahgunaan dari sumber daya perusahaan, dan tetap mendorong terjadinya pertumbuhan perusahaan Tanggung Jawab Manajemen Dalam Penerapan GCG 1. Manajemen akan berupaya maksimal untuk menerapkan prinsip-prinsip Tata Kelola Perusahaan yang baik dalam proses bisnis Perusahaan. 2. Manajemen akan menyusun Pedoman Etika dan Perilaku (Code of Conduct) yang mengatur nilai atau norma yang dianut oleh setiap Karyawan dalam melaksanakan tugasnya yang antara lain termasuk etika hubungan antara Perusahaan dengan Karyawan, Pengguna Jalan Tol, Pemegang Saham, Pemasok, Kreditur/Investor, Pemerintah, Mitra Usaha, Pesaing, Media Massa, Masyarakat dan Lingkungannya. 3. Pemutakhiran Pedoman Tata Kelola Perusahaan (Code of Corporate Governance) serta Pedoman Etika dan Perilaku (Code of Conduct) hanya sah apabila mendapat persetujuan tertulis Dewan Komisaris dan Direksi. Pemutakhiran umumnya terkait dengan peraturan perundang-undangan, Anggaran Dasar Perusahaan, Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham, Keputusan Dewan Komisaris, dan pengaturan lainnya yang setingkat. 4. Manajemen akan berupaya semaksimal mungkin untuk menerapkan sistem pengendalian internal Perusahaan. 5. Manajemen akan mematuhi peraturan perundangan yang berlaku serta akan memenuhi ketentuan dalam Tata Kelola Perusahaan. 6. Manajemen akan menyusun program dan anggaran dalam rangka mewujudkan Perusahaan yang memiliki Tata Kelola Perusahan yang baik. 7. Manajemen akan mengkomunikasikan serta memastikan bahwa semua Karyawan memahami serta melaksanakan ketentuan Perusahaan. 8. Manajemen akan mengevaluasi semua kegiatan dan dokumentasi yang terkait dengan Tata Kelola Perusahaan untuk selanjutnya dilakukan tindakan perbaikan. 9. Manajemen akan menyusun suatu organisasi serta menetapkan personil yang bertanggung jawab mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan Tata Kelola Perusahaan. 10. Manajemen akan melaksanakan sistem manajemen berbasis kinerja serta menerapkan Reward and Punishment secara konsisten kepada Karyawan. Tanggung Jawab Karyawan Dalam Penerapan GCG 1. Karyawan wajib mematuhi serta memenuhi peraturan dan ketentuan yang berlaku di Perusahaan sehubungan dengan pelaksanaan Tata Kelola Perusahaan yang baik. 2. Karyawan wajib berusaha secara aktif dan sukarela dalam melaksanakan semua proses bisnis di Perusahaan. 3. Karyawan wajib secara sukarela dan bersama-sama berupaya mewujudkan budaya kerja dan budaya Tata Kelola Perusahaan. Pelaksanaan Penerapan Agar proses pelaksanaan Tata Kelola Perusahaan berjalan dengan efektif, maka dilakukan pengaturan sebagai berikut: 1. Pelaksana di tingkat Perusahaan dipimpin oleh Direksi. 2. Setiap Pimpinan Unit Kerja bertanggungjawab mengendalikan kegiatan Tata Kelola Perusahaan dan memastikan bahwa asas-asas GCG dan Pedoman Perilaku dilaksanakan secara konsisten di unit kerjanya masing masing. 3. Dalam rangka memastikan penerapan GCG di Perusahaan, maka Kepala Unit Kerja yang tercantum di bawah ini harus melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagai berikut: a. Sekretaris Perusahaan, bertanggungjawab untuk mengkoordinasikan dan mengintegrasikan isi Pedoman Tata Kelola Perusahaan (Code of Corporate Governance) dan Pedoman Perilaku (Code of Conduct) secara keseluruhan serta melakukan pemutakhiran dan mensosialisasikan ke seluruh Karyawan. b. Kepala Satuan Pengawasan Intern, bertanggungjawab untuk memastikan bahwa proses kerja/kegiatan yang dilakukan oleh seluruh unit kerja termasuk efektivitas pengelolaan risiko, proses tata kelola dan etika bisnis telah sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku. Sebagai komitmen penerapan GCG di Perusahaan, maka Dewan Komisaris, Direksi, dan Karyawan menandatangani Pakta Integritas. PRINSIP- PRINSIP TATA KELOLA PERUSAHAAN 1. Transparansi (Transparency) Prinsip transparansi adalah keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan pengungkapan informasi yang materiil dan relevan terkait dengan Perusahaan kepada para pemangku kepentingan (Stakeholders) terkait. Aspek-aspek penting dalam implementasi prinsip ini diantaranya adalah pengungkapan informasi yang terkait dengan kinerja Perusahaan secara jelas, memadai, akurat, tepat waktu dan dapat dibandingkan; publikasi laporan keuangan dan informasi materiil yang berdampak signifikan terhadap kinerja Perusahaan; penggunaan prinsip-prinsip akuntansi dan audit yang lazim digunakan dan diterima secara luas; kemudahan akses terhadap informasi penting tentang kinerja Perusahaan. 2. Akuntabilitas (Accountability) Prinsip akuntabilitas berarti adanya kejelasan fungsi, hak, kewajiban, wewenang dan tanggung jawab serta keputusan yang diambil dapat dipertanggungjawabkan antara RUPS, Dewan Komisaris dan Direksi sehingga tercipta keseimbangan kekuasaan dan pengelolaan Perusahaan secara efektif. Akuntabilitas merujuk kepada kewajiban seseorang atau organ kerja Perusahaan yang berkaitan dengan pelaksanaan wewenang yang dimilikinya dan/atau pelaksanaan tanggung jawab yang dibebankan oleh Perusahaan kepadanya. Setidak-tidaknya Perusahaan mengenal 3 (tiga) tingkatan akuntabilitas: a. Akuntabilitas Individu Akuntabilitas yang melekat kepada hubungan antara pimpinan dengan bawahan dan berlaku kepada kedua belah pihak b. Akuntabilitas Kelompok Akuntabilitas yang melekat kepada kelompok yang harus ditanggung bersama atas kondisi dan kinerja yang tercapai. c. Akuntabilitas Korporat Akuntabilitas yang melekat kepada Perusahaan secara menyeluruh dalam menjalankan aktivitas bisnisnya sesuai Anggaran Dasar Perusahaan. 3. Bertanggung Jawab (Responsibility) Prinsip pertanggungjawaban mencerminkan adanya kesesuaian dan kepatuhan pengelolaan Perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Implementasi prinsip ini merupakan wujud Perusahaan sebagai agen ekonomi yang bertanggung jawab (good corporate citizen). 4. Kemandirian (Independency) Prinsip kemandirian yaitu suatu keadaan di mana Perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun, yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. 5. Kewajaran (Fairness) Prinsip kewajaran mengharuskan adanya perlakuan adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak Pemegang Saham dan Stakeholders lainnya, baik yang timbul karena perjanjian maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku serta kebijakan Perusahaan. Perusahaan akan selalu memastikan agar pihak yang berkepentingan dapat mengeksekusi hak sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perusahaan juga akan selalu memastikan agar Perusahaan dapat mengeksekusi haknya terhadap pihak yang berkepentingan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku . Prinsip ini utamanya menjamin perlindungan hak-hak para Pemegang Saham, terutama Pemegang Saham minoritas dan menjamin terlaksananya komitmen Perusahaan dengan pihak lain. Organ Perusahaan 1. Pemegang Saham/RUPS 2. Wewenang Pemegang Saham 3. Hak Pemegang Saham 4. Kewajiban Pemegang Saham 5. RUPS Perusahaan. Dewan Komisaris 6. Hak dan Wewenang Dewan Komisaris. 7. Tugas dan Kewajiban Dewan Komisaris 8. Komposisi 9. Kualifikasi Personil Dewan Komisaris 10. Komisaris Independen 11. Komite-Komite Di Bawah Dewan Komisaris 12. Rapat Dewan Komisaris 13. Kinerja Anggota Dewan Komisaris Direksi 14. Hak dan Wewenang Direksi 15. Tugas dan Kewajiban Direksi . 16. Komposisi 17. Kualifikasi Personil Direksi . 18. Rapat Direksi. 19. Kinerja Anggota Direksi 20. Sekretaris Perusahaan. 21. Satuan Pengawasan Intern (SPI) 22. Auditor Eksternal 23. Hubungan Antar Organ Perusahaan Contoh kasus pelanggaran GCG tentang dewan pengawas syariah di Indonesia perkembangan perbankan syariah banyak orang masih menilai perbankan syariah hanya sebuah bentuk sistem ekonomi konvensional plus-plus. Beberapa literatur bahkan lebih jauh mengklaim bahwa bank Islam tidak berbeda dari bank komersial lain kecuali dalam menyetujui dengan saran syari’ah yang sah mengenai penawaran produk (Ismail, 2002; El-Gamal, 2006) Kewenangan masalah kepatuhan syariah (syariah compliance) Majelis Ulama Indonesia (MUI) direpresentasikan melalui Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang harus dibentuk pada masing-masing Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah. Kepatuhan terhadap prinsip syariah harus diwujudkan dalam seluruh transaksi yang dilakukan oleh Bank Syariah dengan pengawasan DPS. Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah (KDPPLKS) diantara prinsip syariah yang harus dilaksanakan oleh perbankan syariah adalah Keadilan, Kemaslahatan dan Keseimbangan. Adanya kasus penyimpangan terhadap prinsip syariah oleh perbankan syari’ah menimbulkan pertanyaan tentang peranan DPS perbankan syariah tersebut (Sigit Wibowo, 2009). Suatu kenyataan bahwa banyak anggota DPS yang diangkat disebabkan oleh kharisma dan kepopulerannya di tengah masyarakat, bukan karena kompetensi keilmuannya di bidang ekonomi dan perbankan syari’ah. Anggota DPS seharusnya selain memahami fiqh muamalah juga memahami ilmu yang terkait dengan perbankan syariah, seperti ilmu ekonomi moneter, dengan demikian tidak ada lagi ulama yang menyamakan margin jual beli murabahah dengan bunga. Selain itu DPS datang sekali sebulan atau sekali seminggu bahkan ada yang berbulan-bulan tidak datang ke bank syari’ah yang seharusnya diawasinya. Analisis: Dari contoh kasus diatas ada beberapa yang melenceng dari yang diterapkan GCG: 1. Akuntabilitas, akuntabilitas ini tidak berjalan dengan baik karena DPS (dewan pengawas syariah) jarang datang. 2. Kemandirian, karena perusahaan ini tidak dikelola secara profesionl dan pengangkatannya karena mempunyai kepopuleran bukan keilmuannya. http://eprints.undip.ac.id/9222/1/Usamah.PDF http://www.jasamarga.com/gcg/Tata%20Kelola%20Perusahaan-CoCG.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar